Ini gairah gue, kalo
kata orang Portugis, ini paixão gue. Ya, ini tentang capoeira. Ini
tentang sesuatu yang telat gue temuin. Dan sejak tulisan ini ditulis, baru satu
tahun gue jalanin dan hati gue bilang,”Ini diri lo Chie! Bego lo baru ikut
sekarang! Lo tolol!” sedangkan otak gue mengarahkan gue ke... yah sudahlah
gaperlu dibahas, lo sendiri tau. Dari dulu nyokap udah menyarankan ikut
beladiri, dan gue sendiri orangnya super pemalas. Walaupun gue emang dari dulu
suka olahraga seperti futsal, dan entah kenapa nilai olahraga bagus dari gue
lahir, bahkan pas lahir aja keluar dari perut nyokap gue roll depan, hanya si
beladiri ini yang nggak pernah gue sentuh. SMA, nggak tau ada angin apa atau
dari kentut siapa, alam bawah sadar gue tiba-tiba berbisik,”Chie, lo tau
capoeira kan? Kayaknya asik tuh”. Gue udah tau apa capoeira sebelumnya dan
entah alam bawah sadar gue tersebut lagi hamil atau kenapa karena telatnya
sangat menyebalkan. Gue baru berminat nyoba kelas 3 SMA! Anak SD lagi main
petak jongkok juga tau tingkat akhir sekolah menengah itu lagi
pusing-pusingnya. Saat itu gue nyoba browsing tentang capoeira yang ada di
Jakarta malah udah nyatet alamat segala, tapi ya mikirin UN sama nyari kuliah
tetep jadi prioritas utama kan. Setelah itu gue bener-bener lupa tentang
capoeira. Dan sekarang akhirnya gue kuliah di suatu Universitas yang
alhamdulillah-nya ternama, padahal gue
nggak nyogok ataupun ada kenalan orang dalem, murni otak gue, dan kalo orang
nanya jurusan apa pas gue jawab ekspresinya sama: “Wuihhh” “Wessss” “Males
banget masuk situ kalo gue” ya, gue kuliah di jurusan yang namanya aja dibenci
oleh semua pelajar di semesta ini, termasuk gue sendiri.
Sebagai maba (mahasiswa baru,
bukan mahasiswa abadi) tentu aja gue harus mengikuti serangkaian acara
orientasi di kampus gue yang “kampus negeri di Indonesia banget” dan menjadi
syarat... kalo kasarnya sih, biar “diterima” di lingkungan kampus, khususnya di
jurusan gue sendiri. Dalam rangkain orientasi itu setidaknya ada tiga tahap,
yaitu orientasi di kampus, fakultas dan juga di jurusan, tepatnya di program
studi gue. Pada tahap orientasi kampus, para maba diperkenalkan dengan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di kampus, kalo di sekolah biasanya disebut
ekstrakurikuler atau ekskul. Pada waktu itu gue muterin stand-stand yang ada
dan gue mikir,”Masa’ gue ikut futsal lagi? Ikut band lagi?” dan pada waktu itu
yang ada cuma drum band, otomatis pilihan gue tinggal futsal. Setelah
muter-muter lagi, gue nemu apa yang dulu gue lupain, ya, capoeira! Setelah gue
inget-inget lagi sekarang, ternyata waktu mereka istilahnya “demo unit” di
stand mereka, ternyata mereka tampil di
stand sisa, panas-panas dan turunan pula. Dan ternyata setelah gue inget-inget
lagi, mereka main dengan semangat, dengan senyum dan kita yang ngeliat pun bisa
terbawa suasana apa yang mereka rasain. ”Gimanapun
suasananya, medannya, selama fisik masih mumpuni, lo masih bisa have fun disini”.
Pelajaran pertama di capoeira yang gue tangkep. Gue daftar dan gue ngajak
sebanyak-banyaknya temen di angkatan yang gue deket. Banyak juga yang tertarik
ikut daftar walaupun pada akhirnya cuma empat orang yang ikut latihan perdana,
walaupun mereka semua ngilang di capoeira sekarang dan tinggal gue yang tersisa.
Seleksi alam. Latihan perdana? Rame.
Hampir 50-an waktu itu yang ikut lathan perdana dan jumlah angkatan gue yang
masih aktif? Nggak nyampe 15.
Alasan gue ikut capoeira?
Simpel: anti-mainstream. Gue emang
orangnya anti-mainstream. Kalo dari
yang gue liat, di Indonesia capoeira itu sendiri masih kurang dipandang dan gue
masih paham alasannya. Itu pula yang menjadi salah satu alasan gue masuk
capoeira. Capoeira di sini masih baru, belum banyak yang berminat di sini, dan
salah satu keinginan gue adalah agar sebanyak-banyaknya orang bisa menikmati
capoeira, nggak usah ikut, cukup menikmati, itu udah cukup bikin gue puas. Di
bagian mana anti-mainstreamnya?
Capoeira itu seni-beladiri. Sering orang nanya,”Capoeira itu apa sih? Tarian?
Beladiri? Dansa?” Misalkan gue yang dikasih pertanyaan itu, gue akan jawab
dengan jawaban yang instruktur gue kasih atas pertanyaan yang
sama,”seni-beladiri” . Kok kayak nari? Kok tapi nendang? Kok? Kok? Semua
pertanyaan itu gue jawab dengan “Capoeira itu seni-beladiri”. Lo akan nemu
jawabannya kalo lo ada disitu. Gue nggak promosi buat ikutan capoeira kok
hehehe...... tapi nyuruh. Becanda.
Mungkin terlalu banyak yang gue
pelajarin selama gue di capoeira. Contohnya adalah waktu gue liat ada anak SMP
dan SMA yang bisa ngelakuin satu gerakan yang emang mau gue pelajarin dan
mereka ngelakuin itu dengan sempurna, yang gue lakuin adalah bertanya dan
belajar sama mereka, yang secara akte lebih muda dari gue, dan beberapa malah
jauh lebih muda dari gue, tanpa malu, tanpa gengsi. “Lo belajar dari yang bisa, bukan dari yang lebih tua, bukan dari yang
lebih senior”. Pelajaran kedua yang gue ambil di capoeira. Setelah itu gue
minta video banyak dari instruktur gue. Setelah gue tonton banyak, ada yang
belajar dari masih SD sampe yang bapak bapak baru mulai belajar capoeira. Apa
yang gue pikirin? “Capoeira is for
everyone”. Apa yang gue perbuat di organisasi di jurusan gue nggak ada
apa-apanya dibanding apa kontribusi yang gue bikin di capoeira. Di organisasi
jurusan apa yang dikasih ke gue adalah makna “kekeluargaan” yang dipaksakan,
sedangkan apa yang gue dapet di capoeira adalah makna “kekeluargaan” yang
sebenernya. Sejak tulisan ini ditulis, gue menjalani kurang lebih dua bulan
menjabat sebagai ketua capoeira di kampus gue. Apa yang gue perbuat sampe bisa
jadi ketua? Nothing. Gue cuma menjalani apa yang ditugaskan gue di sini dan
secara mengagetkan ketua sebelumnya dan anak-anak yang lain mengamanahi gue
sebagai ketua dan tanggapan gue adalah: biasa aja, yah bangga sih pasti ya,
walaupun orang-orang yang ngeliat itu adalah suatu posisi yang penting dan
bergengsi dan alhamdulillah-nya orang tua gue nggak ngelarang apa yang gue
lakuin sekarang.
Mungkin itu dulu buat sekarang,
pasti bakal banyak cerita dan bahkan baru setahun di capoeira aja udah terlalu
banyak yang gue dapetin, stay tune aja disini.
Muito
Obrigado (Muuccii banyak yacchh)
0 comments:
Post a Comment