Bahwasanya mendiang memori pernah hidup bukan untuk kita.
Cukup guratan pasif pada layar polos tak dapat dikembalikan.
Menghambakan diri pada tahta terperangkap dalam sepuluh suku kata.
Pertama kali murka di mana setiap sudut menjadi korban ratusan hentakan.
"Buka tirai itu kemudian pecahkan kacanya!"
Seru nona penghasut tanda tanya.
"Genggam setiap kepingannya selagi aku tertawa!"
Kalimat itu menusuk dari telapak tangan hingga dasar jiwa.
Senar ini telah lelah menjadi perantara kasih yang menyimpang.
Pertemuan antara hangatnya pelukan dengan sakitnya pengkhianatan.
Apa yang nona itu katakan berseberangan dengan fakta yang terpampang.
Beliau hanya tidak mengerti batas rentan setiap orang memiliki tingkatan.
Apa harga yang ditawarkan kepadanya terlalu rendah?
Mungkinkah semua kekaguman terdahulu hanya sekadar belaka?
Kepuasan kami adalah ketika mereka sendiri yang menelan ludah.
Kenyataan terungkap ketika kedua telinga tertutup dan mata menyetujui,
Ternyata: petaka.
Wednesday, December 21, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment