Friday, February 27, 2015

Sebuah Balasan

Kamu, tanpa nama.

Karena kamu tidak bertanya dan ini pun bukanlah sebuah jawaban.
Aku hanya menulis karena terpikir semua yang kamu katakan.
Sekarang kukembalikan semua pertanyaan kepadamu,
Pernahkah kamu dikhianati? Setidaknya, merasa dikhianati?
Apabila pernah, apakah sesakit ini?

Oh. Mungkin kamu mungkin tidak tahu rasanya.
Atau mungkin kamu mengalaminya, namun sudah lama.
Atau mungkin kamu tahu cara mengatasinya.
Sayang, aku tidak tahu.

Tulisan mana yang kamu baca?
Logika dan naluri telah kehilangan arahnya. Berdamai? Maaf.
Muda dan pintar? Itu perspektif kamu.
Perspektif? Di sini kugarisbawahi.

Terlalu banyak penyakit yang aku dapat dari bersifat jujur.
Beruntung? Aku telah kehabisan itu.
Bicara tentang teman baik, memangnya aku (masih) punya?
Oh. Mereka.

Kuberitahu satu hal, meskipun aku sepanjang hari bersama mereka,
Aku tidak pernah menganggap mereka teman.
Dengan ini aku tidak usah merasa bersedih apabilan ditinggalkan, (lagi).
Dia memutuskan koneksi duniaku dengan orang lain.

Maaf, semua kata-kata kamu kutepis, sama seperti kata-katanya.
Kalau kamu mampu menghentikan semua mimpi buruk ini,
Kita bicara empat mata.

0 comments:

Post a Comment